FGD UKM Naik Kelas Go To Internasional Bersama Kementrian Koperasi



Jogjakarta memiliki banyak sekali UKM yang tersebar di semua kabupaten dan kota. Produk yang dihasilkan juga sangat beragam mulai dari makanan, fashion, hingga aneka kerajinan. Banyak yang menginginkan untuk merambah pasar ekspo,namun belum banyak UKM yang menggunakan standar baku nasional dan interasional. Terutama produk kerajinan tangan yang sulit untuk dibuat seragam dengan satu standar baku.



Untuk memberikan informasi tentang pentingnya standarisasi dan sertifikasi produk Kemetrian Koperasi mengadakan Focus Group Discussion dengan tajuk KUMKM Naik Kelas Rabu, 24 Juli 2019. Kegiatan ini diselenggarakan di Kantor Kedaulatan Rakyat Yogyakarta.

Pembicara pertama adalah Ibu Victoria Simanungkalit, Deputi Produksi dan Pemasaran Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah. Beliau memaparkan tentang pentingnya standar jika industri ingin bermain di pasar Global. “Industri global butuh standar, sedangkan kita tidak punya standar,” ungkap beliu saat sesi materi.

Pasar ekspor hanya akan menerima barang yang sudah memiliki standar internasional. Standar yang perlu dimiliki diantaranya adalah HAKI, Halal, ISO, ICCP, BPOM, dan SNI. Memang untuk memperoleh semua standar tersebut tidaklah mudah. Tapi untuk bermain di pasar global memang tidak terhindarkan lagi. Konsumen yang akan menilai kualitas barang dengan melihat kelayakan produk melalui label yang ada. Para pemilik UKM juga harus mempertimbangkan keinginan pasar dan konsumen. “Tidak boleh ngotot memproduksi barang sesuai keinginan pribadi,” ujar Ibu Victoria.

Ibu Victoria juga menyinggung tentang kegemaran masyarakat Indonesia membeli barang impor padahal bahan bakunya berasal dari Indonesia. Untuk itu sebagai konsumen kita juga perlu cerdas untuk memilih barang. Tidak hanya mengedepankan label impor dan bangga dengan barang buatan luar negeri, karena pada kenyataannya barang hasil penusaha dalam negeri tidak kalah kualitasnya. Untuk mendukung UKM daerah yang bisa kita lakukan adalah membeli barang lokal. Lebih baik lagi jika turut mempromosikan kepada khalayak umum.

Pembicara selanjutnya adalah Emirita LN Pratiwi, Ketua BPD ASEPHI DIY yang menjelaskan tentang pentingnta sertifikasi dan macam-macam sertifikasi sesuai bidang bisnis yang dijalankan oleh pelaku UKM. Sertifikasi produk memberikan nilai tambah yang positif terhadap produk yang dihasilkan. Salah satu contohnya adalah sertifikasi untuk bisnis kayu harus memiliki Standar Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK).

SVLK adalah persyaratan untuk memenuhi legalitas kayu/produk yang dibuat berdasarkan kesepakatan para pihak (stakeholder) kehutanan yang memuat standard, kriteria, indikator, verifier, metode verifikasi dan norma penilaian (Permenhut  No. P.38/Menhut-II/2009 Pasal 1 Ayat 10). Sertifikat Legalitas Kayu (SLK) adalah surat keterangan yang diberikan kepada pemegang izin atau pemilik hutan hak yang menyatakan bahwa pemegang izin atau pemilik hutan hak telah mengikuti standard legalitas kayu (legal compliance) dalam memperoleh hasil hutan kayu (Permenhut  No. P.38/Menhut-II/2009 Pasal 1 Ayat 12). Jadi SLK akan diperoleh oleh pemegang izin atau pemilik hutan hak, jika telah memenuhi SVLK yang dinilai melalui proses verifikasi.

Pembicara terakhir adalah Yanti Sukamta, Direjtur Apikri Craft. Beliau menjelaskan tentang seluk beluk Apikri. Apikri, adalah salah satu promotor perdagangan adil melalui pemberdayaan produsen kerajinan mikro dan kecil. Apikri adalah organisasi perdagangan yang adil yang didirikan pada tahun 1987, didirikan oleh 25 produsen kerajinan tangan kecil dan aktivis LSM yang membantu mereka.

Apikri adalah nama singkat untuk Asosiasi Pemasaran Kerajinan Rakyat Indonesia. Pada tahun 1989, nama Apikri diubah menjadi Asosiasi Pengembangan Kerajinan Rakyat Indonesia, karena masalah produsen kecil tidak hanya dalam pemasaran. Pada tahun 1990, nama Apikri diubah lagi: Yayasan Pengembangan Produsen Kerajinan Indonesia, yang disingkat "Apikri".

Fasilitasi pemasaran untuk produsen kecil dipegang oleh Apikri, Inc. Showroom pertama, diberi nama TPB (Tempat Pemasaran Bersama). Perubahan ini menunjukkan peningkatan signifikan dalam aktivitas dan kemajuan Apikri. 2002, nama Apikri diubah lagi menjadi Koperasi Apikri. Yayasan Apikri bersatu dengan Koperasi Apikri.

Selain pemaparan dari narasumber dalam acara FGD kali ini para pelaku UKM juga dapat mendaftarkan produk mereka untuk mendapatkan hak paten melalui Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Yogyakarta.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar