Galau Karena Pekarangan Tetangga Lebih Indah

Dulu pernah juga aku menulis tentang galau yang sedang trend dan ternyata hingga sekarang semakin trend. Dalam arti banyak anak muda, anak-anak, atau anak tua yang kesehariannya mengucapakan kata galau. Sedikit-sedikit galau, sebentar-sebentar galau. Padahal hidup itu ya sekumpulan galau yang kalau sudah teratasi ganti galau yang lain, begitulah mekanisme peningkatan hidup. Kalau galaunya sama berarti belum ada peningkatan dalam kehidupan. Galau berarti ada masalah yang sedang dihadapi atau yang terjadi tidak sesuai dengan keinginan. Galau karena masalah diatasi dengan menemukan akar permasalahannya, bukan melulu menginginkan solusi instan. Dengan solusi instan bisa saja masalah tersebut bisa muncul dengan tipe yang berbeda namun dasarnya sama. Jika galau karena apa yang diperoleh atau terjadi tidak sesuai keinginan, Tuhan sedang memberikan pelajaran sekaligus latihan sabar dan ikhlas. Semua galau akan menjadi baik jika disikapi dengan baik pula.

Mungkin diantara pembaca ada yang sering merasa di anak tirikan oleh Tuhan. Kenapa semua yang terjadi tidak sesuai dengan yang diharapkan. Merasa tidak ada keadilan dalam kehidupan lalu mulai memandingkan dengan kehidupan orang lain yang lebih baik. Melihat pekarangan tetangga yang lebih indah dipandang mata dibandingan pekarangan sendiri yang hanya berisi tanaman layu hampir mati. Bagaimana mungkin pekarang bisa indah jika pemiliknya justru menghabiskan waktu memandang dengan takjub pekarang orang? Bukannya merawat pekarang sendiri dengan lebih telaten. Mencabut tanaman yang tidak berguna, berpeluh mengolah tanah, belajar bagaimana cara merawat tanaman dan memilih apa yang akan ditanam sesuai dengan musim, jenis tanah atau kemampuan untuk merawat. Bukankah analogi merawat pekarangan ini bisa diaplikasikan ke dalam kehidupan nyata? Alih-alih membandingkan diri dengan orang lain lebih baik mulai merawat pekarangan sendiri, mulai membenahi kehidupan pribadi.

Bersyukur dan menerima apa yang ada. Karena mau bagaimanapun kita sebagai manusia tidak punya daya untuk mengintervensi atau mengubah takdir jika Tuhan sudah benar-benar menetapkan itu yang terjadi. Masa yang akan datanglah yang harus diperbaiki dengan usaha yang lebih baik. Mulai memahami apa yang sebenarnya terjadi, pelajaran apa yang harus diambil. Mengetahui kemampuan diri itulah yang harus dikembangkan, kelemahan bagaimana mengatasi, tidak semua bunga bisa ditanam di pekarangan, harus yang sesuai dengan kemampuan diri merawat. Perlu pupuk, pestisida, mencabut rumput ynag tidak perlu. Untuk membuat diri lebih berkembang manusia harus belajar dan menyerap banyak pengetahuan, meninggalkan yang tidak perlu meskipun terlihat menyenangkan. Kadang hidup terasa damai dan menyenangkan kadang begitu menyakitkan. Tanaman kadang berbunga indah tapi jika kemarau daunnya gugur dan terlihat menyedihkan. Tapi dia tidak mati, hanya sabar bertahan menunggu musim semi hingga ia bisa berbunga kembali.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar