Antara Kematian Hati dan Kematian yang Sesungguhnya
Pendapat setiap orang bisa berbeda tentang kematian. Ada yang damai dengannya namun tidak sedikit yang takut dengan kematian yang datang tanpa pemberitahuan. Secara pribadi aku tidak terlalu takut dengan kematian itu sendiri.. yang aku takutkan adalah bagaimana aku harus mempertanggungjawabkan kehidupan yang aku nikmati. Bagaimana jika dosaku berlebih daripada kebaikan? Bagaimana jika aku masih memiliki hutang yang belum terbayar? Bagaimana jika ada hati yang pernah aku sakiti dan belum memaafkan? Tidak bisa aku perbaiki ketika aku telah mati.
Tapi.. ada yang lebih aku takutkan daripada kematian yang sesungguhnya. Kematian hati, ya kematian hati membuatku mati bahkan ketika ragaku masih bernapas di dunia, apalagi untukku yang cenderung lebih memiliki sikap cuek, aku harus ekstra hati-hati. Dan hati yang membeku adalah awal dari kehancuran dan kematian yang buruk. Salah satu penyebab kematian hati adalah kesedihan dan hilangnya rasa syukur. Keduanya menghalangi hati dari kasih sayang dan cahaya Tuhan. Untuk itu, aku selalu bersiap menghadapi sesulit apapun kehidupan dan sebesar apapun kehilangan. Menyadari bahwa dalam kehidupan yang singkat ini aku memang tidak benar-benar memiliki dan harus siap jika suatu saat harus berdiri sendiri. Selain itu juga menjaga rasa syukur untuk segala hal. Yang terlihat buruk di mata manusia mungkin saja adalah keindahan rencana Tuhan.
Setiap saat, berperang melawan diri sediri, agar hati tetap hidup, agar jiwa lebih banyak damainya, agar pikiran lebih banyak jernihnya. Kenapa lebih banyak, karena hidup tidak selalu baik namun juga tidak selalu buruk. Alangkah baiknya kalau yang mendominasi adalah kebaikan.
speechless
BalasHapus