1. Pranata
Mangsa
Merupakan metode penanggalan jawa untuk
kepentingan pertanian, agar waktu tanam petani pas dan tidak mengalami
kerugian. Selain waktu menanam juga disertakan deskripsi fenologi dan gejala
alam. Hal ini dapat digunakan masyarakat untuk menentukan jenis tanaman apa
yang akan ditanam dan menentukan adanya bencana kekeringan atau banjir jika
tanda-tanda alam tidak sesuai dengan penanggalan. Sepert musim kemarau yang
lebih panjang.
Pranata mangsa diwariskan secara oral,
bersifat lokal dan temporal. Petani, umpamanya, menggunakan pedoman pranata
mangsa untuk menentukan awal masa tanam. Setahun menurut penanggalan ini dibagi
menjadi empat musim (mangsa) utama, yaitu musim kemarau
atau ketigå (88 hari), musim pancaroba menjelang hujan atau labuh
(95 hari), musim hujan
atau dalam bahasa Jawa
disebut rendheng (95 hari) , dan pancaroba
akhir musim hujan atau marèng (86 hari) .
Musim dapat dikaitkan pula dengan
perilaku hewan,
perkembangan tumbuhan,
situasi alam sekitar, dan dalam praktik amat berkaitan dengan kultur agraris.
Dalam pembagian yang lebih rinci, setahun dibagi menjadi 12 musim (mangsa)
yang rentang waktunya lebih singkat namun dengan jangka waktu bervariasi. Tabel
berikut ini menunjukkan pembagian formal menurut versi Kasunanan. Perlu diingat
bahwa tuntunan ini berlaku di saat penanaman padi sawah hanya
dimungkinkan sekali dalam setahun, diikuti oleh palawija
atau padi gogo, dan kemudian lahan bera (tidak ditanam)
2. Gamelan
Gamelan
adalah produk budaya untuk memenuhi kebutuhan manusia akan kesenian. Pada jaman
dahulu masyarakat jawa dapat membuat instrumen musik dan menciptakan berbagai
macam nada dan irama menggunakan gamelan. Istilah “karawitan” yang digunakan
untuk merujuk pada kesenian gamelan banyak dipakai oleh kalangan masyarakat
Jawa. Istilah tersebut mengalami perkembangan penggunaan maupun pemaknaannya. Berdasarkan data-data
pada relief dan kitab-kitab kesusastraan diperoleh petunjuk bahwa paling tidak
ada pengaruh India terhadap keberadaan beberapa jenis gamelan Jawa.
Musik merupakan salah satu unsur penting
dalam upacara keagamaan. Di dalam beberapa kitab-kitab kesastraan India seperti
kitab Natya Sastra seni musik dan seni tari berfungsi untuk aktivitas upacara.
Secara keseluruhan kelompok musik di India disebut 'vaditra' yang dikelompokkan
menjadi 5 kelas, yakni: tata (instrumen musik gesek), begat (instrumen musik
petik), sushira (instrumen musik tiup), dhola (kendang), ghana (instrumen musik
pukul).
Pengelompokan
yang lain adalah:
a.
Avanaddha vadya, bunyi yang dihasilkan
oleh getaran selaput kulit karena dipukul.
b.
Ghana vadya, bunyi dihasilkan oleh getaran
alat musik itu sendiri.
c.
Sushira vadya, bunyi dihasilkan oleh getaran
udara dengan ditiup.
d.
Tata vadya, bunyi dihasilkan oleh
getaran dawai yang dipetik atau digesek.
Klasifikasi tersebut dapat disamakan
dengan membranofon (Avanaddha vadya), ideofon (Ghana vadya), aerofon (sushira
vadya), kordofon (tata vadya). Irama musik di India disebut “laya” dibakukan
dengan menggunakan pola 'tala' yang dilakukan dengan kendang. Irama tersebut
dikelompokkan menjadi: druta (cepat), madhya (sedang), dan vilambita (lamban).
Kesenian Gamelan ini dapat menjadi salah satu bukti bahwa masyarakat jaman
dahulu sudah mengenal seni dan dapat menciptakan gubahan lagu dan menciptakan
instrumen sendiri. Gamelan terus mengalami perubahan dan dapat bersanding
dengan musik modern saat ini.
3. Pengetahuan
Tentang Angin Nelayan Biak
Secara tradisional
nelayan Biak mengenal lima musim angin, dan memiliki nama sesuai dengan
karakter sifat angina yang bertiup. Kelima musim ini disebut dalam bahasa Byak
sejak nenek moyang karena berdasarkan pengalaman mereka selama melaut. Musim
ini bertiup secara bergantian menurut kalender musiman orang kampong. Tiupan
angin sangat mempengaruhi dalam kehidupan mereka saat melaut dan jika angin
bertiup sangat kencang, maka rencana melaut dibatalkan.
Masyarakat Byak
mengenal lima musim, menurut Enos Rumansara dan kawan-kawan dalam buku
berjudul, Tradisi Wor di Kabupaten Biak Numfor antara lain :
a.
Angin Wambarek, angin ini bertiup dari arah barat ke
arah timur pulau Biak.
b.
Angin Wamurem, angin yang bertiup dari arah timur ke
barat pulau Biak.
c.
Angin Wambrauw, angin yang bertiup dari arah selatan ke
arah utara Pulau Biak.
d.
Angin Wambrur, angin yang bertiup dari arah utara ke
awah selatan Pulau Biak.
e.
Angin Wamires, angina yang bertiup dari arah tenggara
ke arah barat laut Pulau Biak.
Ke lima macam jenis angina ini sangat
mempengaruhi kehidupan para nelayan jika melaut sebab peran kalender musiman
dan kebiasaan lama sangat menentukan jumlah tangkapan dan keamanan mereka di
laut
4. Teknik
Pengolahan Logam
Sejak jaman kerajaan masyarakat sudah
dapat menghasilkan berbagai macam peralatan dan kerajinan dari bahan logam. Dalam masa kemahiran teknik atau
perundagian adalah suatu masa dimana manusia mengenal logam pertama kali. Masa
perundagian ini diduga berlangsung sejak beberapa abad sebelum masehi atau
sekitar 300 tahun yang lalu. Teknologi pembuatan alat pada masa ini jauh lebih
tinggi tingkatnya dibandingkan dengan masa-masa sebelumnya. Hal ini
dimungkinkan, seiring dengan telah tersusunnya golongan-golongan dalam
masyarakat yang dibebani pekerjaan-pekerjaan tertentu. Kegiatannya diawali
dengan penemuan-penemuan baru, berupa beberapa teknik dalam pengolahan logam.
Teknik-teknik tersebut antara lain; teknik peleburan, pencampuran, penempaan,
dan pencetakan jenis-jenis logam. Sebelum tingkat-tingkat teknik ini dikenal,
rupa-rupanya telah dikenal adanya tembaga dan emas.
Kemahiran
teknik atau perundagian di Indonesia dibagi menjadi 2 tradisi berdasarkan hasil
utama teknologi alat-alatnya, yaitu:
a.Tradisi
seni-tuang perunggu; dengan hasil utama berupa alat-alat seperti nekara, kapak kapak
corong, kapak-kapak upacara,bejana-bejana upacara dan boneka-boneka.
b.Tradisi
penuangan besi; dengan hasil utamanya adalah alat-alat kerja dan senjata tajam.
Di antaranya pisau (belati), sekop (pacul), parang, dan lain sebagainya.
Logam
campuran (alloy) dan logam mulia yang lebih langka dan tinggi nilainya lebih dikhususkan
untuk pembuatan benda-benda yang dapat difungsikan sebagai alat regalia atau
simbol bagi elit penguasa. Contoh alat regalia tersebut di antaranya keris,
yang merupakan puncak dari teknologi tempa di tanah air.
5. Arsitektur
Jawa
Arsitektur
jawa kuno adalah salah satu contoh karya arsitektur nusantara yang tradisional.
Perlu dipahami, Arsitektur Jawa Kuno yang dimaksud bukanlah arsitektur Jawa
baru seperti bangunan joglo, akan tetapi arsitektur dari kerajaan Hindu-Budha
yang ada di abad 8 sampai dengan abad 15. Telaah masa waktu yang terdekat
adalah pada peninggalan masa Majapahit dan Singhasari, yaitu dari abad ke 11
sampai abad ke 15. Peninggalan-peninggalan masa kerajaan tersebut tersebar pada
beragam situs percandian di Jawa Timur dan artefak-artefak kuno di
museum-museum. Arsitektur Jawa Kuno yang masih tersisa berupa percandian dibuat
dengan bahan batu andesit dan batu bata. Untuk candi dengan bahan batu andesit
ditengarai terletak di daerah yang banyak batu kalinya juga, sedangkan untuk
bahan yang berbahan batu bata ditengarai terletak di dataran yang banyak sawah
dan lempung.
Di
masa lalu teknologi pengergajian kayu tidak semaju sekarang, se-hingga untuk
menghasilkan konstruksi usuk/kasau dan rengdiduga menggunakan bambu. Teknologi
KonstruksiPenggunaan bahan batu bata telah dijabarkan sebelumnya, batu bata
yang digunakan disusun menjadi dinding dengan pola yang khas danterbukti bisa
bertahan sampai ratusan tahun, sehingga sekarang inipun masih dapat kita
saksikan. Pola pemasangan batu bata pada candi berbeda dengan pola pemasangan
batu bata yang dipelajari di sekolah-sekolah arsitektur. Pola pemasangan batu
bata di candi sudah lebih dahulu terpakai ratusan tahun yang lalu, sedangkan
pola pemasangan batu bata di sekolah arsitektur baru diterapkan puluhan tahun
yang lalu dan berasal dari ilmu konstruksi penjajah Belanda.
Pola
pemasangan batu bata pada ilmu konstruksi warisan penjajah Belanda cenderung
mengajar-kan kerapian, siar tegaknya berselang seling seperti papan catur, rapi
dari atas ke bawah. Berbeda dengan pola pemasangan batu bata pada candi kuno
yang acak, dan bahkan ada beberapa siar yang tidak berselingan tapi lurus. Pola
pemasangan batu bata dari ilmu warisan Belanda yang rapi tersebut seakan
terlihat membuat kekuatan karena selang-selingnya, tetapi kerapiannya itu
secara luas membuat kelemahan garis miring dari pola keretakan jika terjadi
gempa. Berbeda dengan pola pemasangan batu bata yang acak, hampir tidak ada
garis lurus yang miring dari atas ke bawah sehingga pola keretakannya akan
membuat garis yang putus-putus. Garis yang putus-putus ini menyebabkan dinding
lebih kuat menahan goncangan gempa.Pemasangan batu bata dari ilmu warisan
Belanda menggunakan bahan perekat semen, sehigga dinding menjadi terikat masif.
Hal ini memperbesar kemungkinan keretakan di satu lokasi untuk mengikutsertakan
lokasi lain sehingga retaknya semakin melebar.
Berbeda
dengan pola pemasangan batu bata di candi yang dilakukan tanpa semen.
Sambungannya dilakukan dengan sistem kosot, yaitu menggesek batu bata di atas
dan di bawah dengan perekat serbuk bata yang dicampur air. Sambungan dengan
sistem kosot seperti ini masih lestari di bali. Sistem ini membuat sambungan
antar bata seperti engsel, sehingga jika terjadi gempa, maka hanya bagian
tertentu yang lemah saja yang terguncang dan retak. Keretakan itu tidak ikut
serta mengaitkan sambungan batu bata lain, tetapi hanya copot di satu lokasi
saja. Perbedaan teknologi konstruksi dari ilmu warisan Belanda dengan ilmu
lokal juga terdapat pada konstruksi atap. Penggunaan atap dengan bahan bambu
pada konstruksi lokal tidak membutuhkan kuda-kuda, karena usuk dan reng yang
berbahan bambu demikian rapat sehingga membentuk bidang yang kuat. Atap limasan
kontruksi lokal adalah sebuah struktur folded plate dari bahan bambu, sedangkan
atap limasan dari ilmu warisan Belanda merupakan struktur tenda yang didukung oleh
kuda-kuda.
Dari
penjelasan di atas, membuktikan bahwa sejak jaman dahulu pada masyarakat kita
sudah mengenal bagaimana membuat konstruksi yang baik jauh sebelum masuknya
peradaban Belanda dan ilmu-ilmu modern. Metode konstruksi ini merupakan salah
satu kearifan lokal yang membuktikan kepandaian dan kebijaksanaan masyarakat
jaman dulu dalam memanfaatkan dan hidup berdampingan dengan alam.
https://abdimukhlis.files.wordpress.com/2012/08/kumpulan-ilmu-pengetahuan.jpeg |
5 Pengetahuan Masyarakat Indonesia
by
kazebara
on
Mei 08, 2017
1. Pranata Mangsa Merupakan metode penanggalan jawa untuk kepentingan pertanian, agar waktu tanam petani pas dan tidak mengalam...