Gejog Lesung

Ini kali pertama aku berkunjung ke Pasar Kaki langit yang menjadi salah satu Destinasi Digital unggulan GenPi Jogja. Menuju ke daerah mangunan menggunakan map lewat Berbah karena salah jalan. Harusnya lewat Ring Road bisa kalau dari Jogja. Dari Berbah perjalanan menjadi lebih lama dan aku awalnya mau cari jalan pintas. Ternyata justru tambah sesat. Tips memakai Google Maps, ketika melewati jalanan sepi pegunungan atau desa tidak perlu memilih jalan yang tidak direkomendasikan google, yang warnanya abu-abu. Nanti bisa lebih sesat.

Ini jalan udah nanjak, berbatu, lalu di atas sana bebatuan semua. Ngeri. 

Setelah kembali ke jalan yang benar aku melanjutkan perjalanan menuju Pasar Kaki Langit. Jalanan pegunungan dengan banyak pohon di kiri kanan adalah salah satu tipe jalan favorit. Meski jalannya berliku dan cukup menanjak, tetap menyenangkan. Tanggal 31 Juli Lalu sekaligus ada acara Jagongan Digital yang dihadiri oleh Menteri Pariwisata Arief Yahya. Ada juga artis cantik Yuki Kato, langsung banyak yang minta foto bareng deh.




Flashmob menyambut tamu dan menteri

Jagongan Digital

Acara ini digelar bekerja sama dengan GenPi Jogja. Selain GenPi juga diundang koko-cici dan para duta daerah se DIY. Menggunakan seragam merah merona kami menyambut kedatangan tamu dan Pak Arief dengan flashmob diiringi lagu Asian Games.

Kesan pertama datang ke Pasar Kaki Langit, aku suka dengan metode jual beli yang menggunakan mata uang khusus. Terbuat dari kayu dengan pecahan 3, 5, dan 10. Koin 3 itu nilainya setara dengan 3000. Penjual di sana tidak menerima rupiah, jadi wajib banget tukar rupiah kamu dengan koin di gubuk lurah dekat dengan pintu masuk.

Pouch wadah koin

Mata Uang Kaki Langit

 Banyak banget makanan tradisional dengan harga murah. Aku langsung beli tiwul goreng yang jarang banget di temui di kota. Juga minum wedang seruni, wedang ronde dan tidak lupa ngopi sore sembari mendengarkan ibu-ibu main gejog lesung. Ada juga alunan musik keroncong dengan lagu-lagu hits jawa yang membuat suasana semakin nyamleng. Apa ya istilah bahasa indonesianya? Berasa teduh gitu. Asyik deh pokoknya. Pasar Kaki Langit buka setiap hari Sabtu dan Minggu. Ajak teman-teman kamu ke sini foto yang cantik lalu share ke medsos. Aksi sederhana kamu ini sudah turut mendukung keberlangsungan pasar Kaki Langit dan membahagiakan masyarakat di sana loh..^^




Memasuki kawasan Orchid Forest ini, kamu  tidak hanya akan merasakan suasana asri yang menyegarkan tapi juga pemandangan yang memanjakan mata dengan warna warni bunga dan banyak tempat yang cantik. Sama sekali tidak akan rugi membayar Rp 30.000 untuk menjelajah kawasan ini.  Orchid Forest Cikole merupakan wisata taman anggrek terbesar di indonesia dengan luas mencapai 12 hektare. Jumlah anggrek yang di budidayakan lebih dari 157 jenis bunga anggrek dengan berragam spesies. Memang untuk jumlah angrek masih sedikit, kurang banyak untuk disebut orchid forest. Karena tempat ini memang masih tergolong baru.

Setelah membeli tiket masuk di pintu utama kamu bisa membawa kendaraan ke parkir atas. Ada dua tempat parkir, baguan bawah untuk bus dan parkir atas untuk kendaraan pribadi. Kalau menggunakan bus dan parkir di bawah kamu dan rombongan bisa naik kendaraan berupa angkot yang sudah disediakan pengelola tanpa biaya tambahan. Anggkot tersebut juga bisa kamu gunakan setelah berkeliling kawasan hutan. Kalau tidak mau berjalan kaki ke tempat parkir sudah tersedia angkutan untuk kembali ke tempat parkir. Lumayan jauh juga soalnya. Fasilitasnya oke deh di sini. Juga dengan karyawan yang ramah-ramah didominasi anak-anak muda.

Di area depan, dekat tempat parkir ada mushola. Di dalam juga tersedia mushola yang sangat nyaman. Terpisah antara laki-laki dan perempuan. Di Floating Market juga ada model mushola terpisah. Membuatmu lebih nyaman dan leluasa kalau tidak terlalu suka yang campur. Kadangkan ada tempat wisata yang wudhunya juga campur tuh, kan repot ya. Di area depan ini juga ada tempat makan, harganya lebih murah dan beberapa di antaranya ada yang punya lantai dua yang lebih privat untuk makan. Aku lebih suka makan di sini.

Setelah tempat parkir ada loket pemeriksaan tiket. Di depannya ada mini garden yang isinya tanaman paku yang lebat dengan pohon-pohon berhias anggrek. Pengen ku masukin tas aja tuh anggrek.. hehe.. Aggrek-anggreknya masih kelihatan banget baru ditempel. Di kawasan ini lebih sering turun hujan dan beruntung banget waktu aku ke sana pas turun hujan setelah selesai berkeliling. Bahagianya bertemu hujan di akhir penjejelajah hutan. Meskipun tanah bakal basah karena hujan, kamu tidak perlu khawatir kotor. Ada jalur pejalan kaki yang rapi di semua tempat. Kamu bisa menikmati setiap suasana dengan damai dan nyaman. Banyak sekali spot bagus di sini, mulai dari tempat untuk bersantai, foto, atau camping. Di sini bisa camping juga dengan biaya sesuai dengan kapasitas tenda.


Loket Tiket 

Pohon dengan anggrek-angrek yang unch pengen bawa pulang
 Di bagian depan ini juga ada yang menjual souvenir seperti topi dan berbagai aksesoris. Topinya bagus-bagus bisa buat aksesoris foto. Juga ada tenda-tenda yang bisa digunakan untuk glamping. Glamorous Camping buat kaum kekinian yang tidak mau repot mendirikan tenda. Juga ada kawasan dengan panggung dan banyak kursi. Bagus banget buat acara nikahan nih. Di alam terbuka dengan suasana super romantis. Mau coba? hehe...


Selanjutnya kamu akan dituntun (karena ada treknya satu arah) menuju rumah kaca yang isinya aneka anggrek yang sedang berbunga cantik-cantiknya. Ada petugas khusus di sini yang selalu siap sedia membantumu mengambil foto. Kalau pergi sendiri pun tidak perlu khawatir deh.

One Way Menuju Greenhouse



Sepasang Paphio

Di bagian belakang greenhouse bisa main catur raksasa ini
  Keluar dari rumah kaca utama ini, masih ada satu lagi rumah kaca yang isinya banyak jenis Paphio. Jenis Paphio mungkin jarang dilihat, semoga pas kamu kemari sedang berbunga ya. Paphio ini setelah berbunga sekali dia bakal mati dan diganti dengan tunas baru yang tumbuh. Di pintu keluar area rumah kaca ada tenda yang berisi anggrek cantik. Bisa kamu beli di bawa pulang. Tapi harganya lebih mahal dari harga normal. Sewa tempatnya juga mahal pasti ya, jadi harga anggrek di sini ikutan mahal.




Hiasan Payung Warna Warni Sepanjang Jalan Kenangan


Kalau capek bisa duduk manis dulu. Banyak tempat buat santai.



Ada rumah kelinci dan bunga Raflesia 

Ada tempat makan di dekat jembatan. Harganya mulai Rp 35.000/porsi
Di dekat area makan ini ada loket untuk melewati jembatan. Sama kayak di Pinisi, lewat jembatan tuh bayar. Harganya Rp 20.000 plus Flying Fox untuk kembali ke jalur semula. Setelah menyeberang jembatan kan jalur keluarnya ada di pintu masuk jembatan.

Yang paling hits

Entah kenapa tulisannya menguji kesetiaan, bukan keberanian. Mungkin karena setia adalah tindakan yang lebih berani dari sekadar keberanian (apa sih)
Kalau takut atau tidak berminat dengan flying fox kamu bisa juga kok balik lewat track ini. Seperti ular naga panjangnya bukan kepalang ya? hehe... Kalau membawa anak kecil dan tidak berani naik flying fox juga lewat sini. Tapi anak-anak bisa dan aman juga naik flying fox. Untuk yang masih kecil sekitar di bawah dua tahun begitu bisa bareng orang tua.





Selain jembatan tali pramuka ada juga jembatan kayu. Gratis ini. Menjelang malam lampunya nyala. Romantis.

Pas banget turun hujan setelah kita selesai jalan-jalan. Menunggu reda sembari makan. Recomended banget deh tempat ini. Suka...
Kalau di Tangkuban Perahu ada legenda cinta yang kandas justru Situ Patenggang ini lahir karena cinta yang berakhir bahagia. Nama situ patenggang disebutkan berasal dari kata pateang-teang ( saling mencari). Dahulu ada dua orang titisan dewa bernama raden Santang keponakan Prabu Siliwangi dari kerajaan Padjajaran dan dewi Rengganis dari kerajaan Majapahit yang terpisahkan sekian lama. Mereka harus berpisah karena perang bubat antara dua kerajaan. Mereka pun kemudian saling mencari, dan akhirnya bertemu di tempat yang sekarang bernama batu cinta . Dewi Rengganis kemudian mengajukan permohonan untuk dibuatkan danau dan perahu untuk mereka berlayar. Perahu inilah yang kemudian menjadi pulau di tengah Situ Patenggang. Pantas saja ketika melihat sekeliling danau rasanya bentuknya mirip hati. Ternyata ada kisah cinta dibalik danau ini.


Tertarik mengelilingi pulau dan singgah di batu cinta?

Perjalanan ke Situ ini asyik banget. Serasa pulang ke rumah. Jalan aspal mulus yang berkelok di tengah hamparan kebun teh yang sangat luas. Menyenangkan sekali.

Sebelum masuk aku membeli balon sabun. Murah harganya Rp 5000. Jadi di sana kita cuma duduk santai menikmati pemandangan danau dan udara yang sejuk sembari bermain balon sabun. Anginnya cukup kencang, tidak perlu repot meniup jika terkena angin banyak balon sabun beterbangan. Yeee... hehe... 

Tempat ini asyik buat piknik. Bisa duduk santai dengan tikar atau di saung yang banyak disediakan di sepanjang bibir danau. Kalau datang bersama pasangan bisa mencoba sepeda air. Ada juga perahu motor dan perahu dayung.



Setelah puas menikmati pemandangan, aku berdua dengan Eka melanjutkan perjalanan ke Kapal Pinisi yang menjadi satu kompleks destinasi wisata. Perahu coklat besar di tengah kebun teh itu sejatinya adalah restoran untuk makan. Jika mau masuk ke kapal harus melewatu jembatan dan membayar Rp 15.000. Kita berdua cuma berkeliling di kebun teh sekitar kapal saja. Ternyata letak batu cinta ada di dekat kapal ini. Selain di kapal juga ada banyak penjual makanan dan minuman di pinggir danau. Hari semakin sore dan dingin, akhirnya kita berdua membeli kelapa muda dan bandrek. Hangat bandrek yang isinya jahe, susu, dan parutan kelapa cocok bersanding dengan udara dingin danau.









Ini dia Batu Cinta (dalam hati, ini?? hehe...)
 Ini dia nih batu Cintanya. Aku kira batunya seperti apa. Ya,,, ternyata batu..

Menikmati minuman hangat di tepi danau
 Daripada masuk ke kapal yang ramai dan penuh orang, aku lebih suka minum minuman hangat di warung tepi danau yang lebih sepi dan tenang. Sembari menyaksikan kabut perlahan turun menutupi perbukitan di pinggir danau. Merasakan udara yang semakin dingin, air dengan riak kecil dan membayangkan kisah cinta yang berakhir bahagia dari Raden Kian Santang dan Dewi Rengganis. 
Ranca upas ini dekat sekali lokasinya dengan kawah putih. Biaya masuk Rp 15.000 per orang ditambah parkir Rp 3000. Kawasan hutan lindung yang luas ini banyak digunakan untuk camping. Jika tidak membawa peralatan camping pihak pengelola juga menyediakan sleeping bag dan tenda. Sayang tidak sempat merasakan tidur di bawah langit Ranca Upas. Sepertinya patut dicoba.








Selain bumi perkemahan, ada kolam dan arena bermain air untuk anak-anak. Di samping kolam ada penangkaran Rusa. Tidak ada tiket masuk tapi bayar untuk membeli makanan rusa. Ada Wortel Rp 10.000/ikat, Kangkung Rp 5000/ikat dan strawberry. Tidak harus per orang beli. Boleh beli satu ikat saja. Rusa-rusa di Ranca Upas semuanya jinak. Sepertinya mereka sudah terbiasa dengan manusia. Kata bapak pengawasnya, mereka sudah tidak perlu memberi makan. La wong tiap hari dikasih pengunjung. Waktu datang ke sana ada satu rusa yang diajak untuk foto preweeding. Memang, suasana padang rumput Ranca Upas yang luas dengan warna-warni hijau, kuning dan coklat membuat kita serasa di negeri koboi atau gembala rusa.




Ada juga arena panahan, kalau ini bayar lagi. Panahan dengan standar bow jarak dekat. Patut di coba untuk yang penasaran soal panahan. Ada kebun bunga mini yang bisa buat foto-foto. Tapi hati-hati ya, jangan merusak bunganya.


Perjalanan dari Ujung Berung ke Kawah Putih, Ciwidey termasuk mudah karena banyak petunjuk jalan. Jalannya pun kebanyakan lurus saja, hanya jaraknya memang agak jauh, sekitar dua jam perjalanan menggunakan sepeda motor. Kalau macet bisa tambah lama. Wisata Kawah Putih pintu masuknya berada di sebelah kiri jalan dari arah Bandung.


Sesampainya di pintu masuk, kita parkir motor di area bawah. Karena hanya roda 4 saja yang boleh naik ke parkiran atas. Harga tiket masuk Rp 20.000 plus ontang-anting (angkutan untuk naik ke atas) Rp. 15.000. Parkir bawah untuk motor Rp 5000. Setelah parkir motor ternyata helm harus dititipkan dan bayar lagi Rp 5000 per helm. Baru tahu pas nulis artikel ini kalau itu termasuk pungli. Sebenarnya kita kesel juga sih awalnya, harus parkir bawah dan wajib naik ontang-anting padahal jalan naiknya gampang tidak terlalu curam masih bayar penitipan helm. Harganya sama kayak biaya sewa itu helm selama 3 hari. Tapi ya sudah peraturan dan semua begitu, kita terpaksa menurut.

Perjalanan naik ontang-anting sekitar 10 menit. Setelah turun di parkiran atas aku dan Eka langsung menuju kawah. Harga barang-barang di Kawah Putih ini termasuk mahal. Balon sabun saja harganya Rp. 15.000. Dih.. di Situpatenggang saja cuma Rp 5000. Harga sabun dan produk lokalnya juga mahal. Kata Eka "Dari pada beli sabun belerang mending bawa pasir yang mengandung belerang itu saja" Terus aku jawab "Iya juga ya, buat sabun sendiri bisa". Hehe.. saking kesalnya dengan banyaknya item yang harus dibayar dan kebetulan pas dapet petugas kurang ramah.
Ontang Anting

Sampai di kawah rasa kesal kita cukup terobati dengan pemandangan indah. Hamparan berwarna putih dari air kawah dan pasir disekitarnya tampak pucat tapi anggun. Kawah yang tenang dengan gelombang air lembut karena angin dan asap yang bergerak perlahan adalah pemandangan yang menakjubkan. Sebagian pasir tidak hanya berwarna putih tapi juga ada gradasi dari kuning hingga hijau muda. Hati-hati menginjak pasir di tepi kawah karena tidak kuat menahan beban dan tidak bisa digunakan untuk berpijak.






Pohon yang langsung memikat hati



 Karena area jembatan dekat pintu masuk kawah ramai, kita berjalan ke sisi kiri yang sepi. Tempatnya agak berbukit dan banyak tanaman paku. Pemandangan dari atas bukit lebih bagus daripada hanya berada di pinggir kawah.


Seperti bukan kawah putih



Waktu kita ke sana cuaca tidak terlalu dingin, panas malah karena pas siang hari. Setelah dua jam berkeliling dan berfoto kita memutuskan untuk turun. Sudah mulai batuk-batuk tidak tahan dengan bau belerang yang cukup menyengat.


Kawah Putih yang Mempesona

by on Juli 25, 2018
Perjalanan dari Ujung Berung ke Kawah Putih, Ciwidey termasuk mudah karena banyak petunjuk jalan. Jalannya pun kebanyakan lurus saja, hanya...



Kisah Dayang Sumbi yang cantik dan anaknya Sangkuriang sudah ku kenal sejak SD dari buku bahasa Indonesia. Tapi baru kali ini benar-benar berkunjung ke Tangkuban Perahu. Itupun karena gagal ke destinasi pertama, gara-gara salah setting destinasi di Map. Awalnya dari Bandung kita pengen ke Cibodas. Berangkatlah aku berdua dengan kawan menuju Cibodas. Perjalanan mulai memasuki area hutan, kita terus melaju sembari menikmati pemandangan hutan pinus dan aroma pinus yang menyegarkan. Karena berangkat siang setelah mencari tempat sewa motor, kami berdua berhenti sejenak untuk makan di depan gapura desa Cibodas. Merasa sudah dekat dengan tujuan kita makan dengan santai sembari menikmati pemandangan hutan dan udara yang sejuk. Nasi timbel dengan aneka lalapan segar. Sebelum mulai makan bertanyalah kita ke mbak penjual "Teh, kebun Raya masih jauh ya?" Teteh penjualnya bingung "Kebun Raya? Di sini adanya Desa Cibodas". Deg... wah.. langsung periksa Map dan ketik Kebun Raya Cibodas. La dalah.. Salah kita mah. Cibodas dan Kebun Raya Cibodas beda. Duh baru sadar... Mana kalau ke Kebun Raya Cibodas masih jauh banget. Akhirnya ke Floating Market dan Tangkuban Perahu. Sebenarnya kita juga melewati air terjun dan pemandian air panas Maribaya. Tapi tidak berminat ke sana.

Lalapan Segar. Masih utuh, cuma ku pandang saja. ^^

Welcome di Desa Cibodas. Kesesatan yang nyata. Kita ke sini cuma numpang makan. Inilah yang namanya rejeki bisa datang dari mana saja. Kita jauh-jauh mampir makan di kedai Nasi Timbel. Ingat cerita Ustad Hanan, perjalanan jauh juga akhirnya cuma buat makan disebuah kedai. ^^

Balik lagi ke Tangkuban Perahu. Aku sangat menikmati perjalanan dengan suasana hutan pinus rindang dan udara dipenuhi aroma pinus. Salah satu aroma favorit yang menyegarkan. Semakin naik udara juga semakin dingin. Pakai baju hangat ya kalau ke sini.
Sampai Tangkuban Perahu sore dan kita disambut kabut yang pekat. Tidak kelihatan pemandangan kawah, dingin pula. Suasananya jadi temaram, sejuk, dan romantis. Matahari masih tertutup awan dan kabut. Kita parkir di dekat masjid besar.





Ada tiga kawah sebenarnya, tapi karena kabut tebal kita langsung menuju kawah Ratu. Di sepanjang jalan masuk juga banyak spot dengan pemandangan bagus dan pohon-pohon yang indah. Serasa musim gugur dengan pohon-pohon beranting coklat. Cantik banget. Di bagian atas ada banyak penjual aksesoris dan baju, bisa juga berkeliling naik kuda. Di bagian tengah ada kawah Ratu yang lebar. Awalnya tidak terlihat sama sekali karena kabut. Perlahan kabut memudar dan kawah mulai terlihat. Untuk melihat pemandangan kawah sudah ada bukit-bukit khusus dengan jalan yang mudah dilalui. Semua dipagari dengan pagar kayu, relatif aman dan nyaman.



Semakin sore dan matahari justru baru akan muncul
Tangkuban Perahu merupakan gunung berapi yang masih aktif. Terlihat asap di dasar kawah juga bau belerang. Tapi tidak terlalu pekat. Pulang dari Tangkuban Perahu sudah hampir jam 17.00 karena memang sudah jam tutup tapi justru mataharinya baru muncul. Jalan menuju Tangkuban Perahu lumayan menanjak tapi masih tergolong mudah. Jalannya juga bagus dengan pemandangan indah di kiri kanan jalan. Tidak terasa deh perjalanan.

Ala-ala
Berdasar mitos gunung ini ada karena perahu yang ditendang Sangkuriang, tangkuban perahu, perahu yang terbalik. Sangkuriang gagal memenuhi syarat Dayang Sumbi. Mirip sekali dengan cerita Roro Jonggrang dan Bandung Bondowoso dari kerajaan Boko, Prambanan. Jaman dahulu orang bisa membuat apapun dalam waktu semalam ya.. Orang sakti mah bebas.. Mereka berdua, Bandung Bondowoso dan Sangkuriang sama-sama sudah berjuang demi wanita yang mereka cintai. Tapi sayang, takdir berkata lain. Kedua wanita itu tidak bisa membalas cintanya karena alasan tertentu. Orang sakti dan tampan mah bebas mau mencintai siapa saja. Tapi wanita juga bebas menentukan. Kesaktian, ketampanan, harta, kekuasaan... sebenarnya cinta tidak berawal dari semua itu. Cinta ya cinta saja. Itu kuasa Tuhan.